14 April 2010

Sejarah Bambu Runcing

Bamburuncing adalah sebuah tongkat dari bambu berwarna kuning yang bagian ujungnya dibuat runcing, dibuat sebagai senjata yang sederhana namun ampuh setelah diberi doa oleh para kyai untuk melawan penjajahan Jepang sebelum kemerdekaan RI di daerah Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah) dan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan (1945 – 1948) di daerah Ambarawa dan wilayah lainnya. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah KH Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Al-Chafif dan masih banyak lagi yang lain. Filosofi ini dipakai ‘bambu runcing’ selain untuk mengenang sejarah perjuangan, juga untuk mengangkat suatu nilai-nilai, kebudayaan, keadaan yang ada di masyarakat yang kadang terpinggirkan, biasa-biasa saja, atau sesuatu yang mempunyai keunikan, khas maupun sesuatu yang sebenarnya salah, namun sudah menjadi hal yang wajar, sehingga sulit untuk dibenahi. Bambu runcing adalah media untuk menceritakan suasana kota Parakan, Temanggung dan sekitarnya dari sudut pandang yang lain, lebih kepada pengalaman dan pengamatan penulis, dituturkan dengan bahasa yang bebas, ruang untuk berekspresi di tengah rutinitas kerja dan belajar, sarana untuk menggali potensi, untuk menampung keluh kesah, kemampuan, diskusi, galeri karya, wacana dan lain sebagainya. Semoga ‘bambu runcing’ yang resmi diterbitkan secara online pada tanggal 20 Desember 2007, bertepatan dengan Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1428 H, bisa dibaca banyak orang, dapat memberi kontribusi, manfaat dan kebaikan khususnya untuk masyarakat Parakan, Temanggung dan sekitarnya. Kami menerima komentar, kritik dan saran yang bersifat membangun, juga informasi, naskah maupun karya yang layak untuk dipublikasikan.






Sumber : Kaskus.us